Telah Terbit Buku Mengenal Produk Pangan dari Minyak Sawit. Buku ini
membahas berbagai macam produk pangan seperti minyak goreng,minyak sawit
merah, margarin, shortening, vanaspati dan cocoa butter equivalen
beserta proses pembuatannya.Dapat diperoleh di toko buku terdekat atau
jika ingin mendapatkan diskon khusus bisa menghubungi 0813 1525 6344.
Kamis, 17 Oktober 2013
Selasa, 17 November 2009
Trend Kenaikan Harga Menjelang Puasa
Noni Soraya
Akademisi dan Alumnus Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Hari meugang pertama puasa Ramadhan di Aceh, ditandai dengan bergeraknya harga jual daging sapi dan kerbau menjadi lebih tinggi dibandingkan hari biasa. Kenaikan harga bahan pokok lainnya juga makin tak terkendali. Gejolak harga barang terjadi hampir diseluruh daerah di Aceh. Mengapa trend kenaikan harga menjelang puasa selalu terjadi setiap tahunnya ?
Meugang atau uroe makmeugang, adalah tradisi menyembelih ternak dalam masyarakat Aceh untuk disantap bersama keluarga sejak dua hari menjelang puasa Ramadhan dan pada saat menjelang Lebaran Idul Fitri. Karena sudah menjadi tradisi, hampir seluruh rumah tangga di Aceh membeli daging ternak. Bahkan kaum duafa pun ikut serta dengan mencari bantuan dana dari para pejabat untuk membeli daging meugang.
Karena itu tidak heran para pedagang berspekulasi menaikkan harga daging, sapi, kerbau, kambing, ayam dan bebek hingga 50 % dari harga hari biasa. Hampir tak ada pedagang yang menjual daging dengan harga biasa (Rp 80.000 per kilogram). Pedagang umumnya menaikkan harga antara Rp 100.000 hingga Rp 120.000 per kg. Ini membuat daging sapi dan kerbau di Aceh menjadi termahal di seluruh Indonesia.
Tidak hanya harga daging yang melonjak, harga bahan pokok lainnya menyusul melejit seperti gula dan minyak goreng. Melonjaknya kedua bahan pokok tersebut dipengaruhi meningkatnya permintaan menjelang bulan Ramadhan. Kenaikan juga terjadi pada berbagai jenis rempah kebutuhan dapur seperti bawang putih, bawang merah dan cabe merah.
Seolah sudah menjadi fenomena tahunan setiap menjelang bulan puasa dan lebaran akan terjadi lonjakan harga berbagai kebutuhan pangan. Inilah yang memperkuat ekspektasi dari kalangan pedagang bahwa pada hari besar tersebut permintaan akan naik sehingga menjadi alasan bagi mereka untuk menaikkan harga barang. Sementara para konsumen pun memiliki ekspektasi bahwa pada waktu tersebut harga wajar untuk naik. Dua pertemuan ekspektasi tentang kenaikan harga antara konsumen dan pedagang itu membuat kenaikan harga-harga tersebut kelihatan wajar.
Bukan karena langka
Menariknya meningkatnya harga beberapa komoditas pangan menjelang Ramadan bukan karena kelangkaan barang. Namun lebih disebabkan faktor psikologi penjual dan agen barang. Persediaan barang sebenarnya tetap cukup untuk memenuhi permintaan konsumen yang melonjak. Mereka memanfaatkan momen dengan menaikkan harga menjelang perayaan hari-hari besar demi mengeruk keuntungan. Ditambah lagi dengan perilaku konsumen yang tetap berbelanja walau harga meningkat. Kedua sisi inilah yang membuat trend kenaikan harga menjelang puasa terus terjadi setiap tahun.
Maka hukum pasar pun berlaku, jika permintaan meningkat maka harga pun naik. Padahal kemampuan membeli masyarakat rendah karena naiknya harga tidak diimbangi dengan meningkatnya jumlah pendapatan. Masyarakat seakan tidak memiliki pilihan. Meskipun harga berbagai kebutuhan pokok naik, mereka tetap membelinya untuk memenuhi kebutuhan menyambut Ramadhan.
Dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi di Aceh, tentunya masyarakat kurang mampu berharap pemerintah bisa turun tangan. Pemerintah seharusnya mengontrol harga kebutuhan agar tidak mengalami kenaikan harga yang signifikan dibandingkan hari-hari biasa sebab sangat memberatkan masyarakat.
Lantas apa yang dilakukan pemerintah ? Pemerintah Aceh memang sudah melakukan usaha untuk menekan harga di pasaran. Salah satunya yaitu program menyediakan daging sapi dengan harga murah pada meugang puasa tahun 2009. Namun sayangnya usaha mendatangkan 3000 ekor sapi yang diimpor dari Australia tersebut gagal terealisasi tepat waktu.
Program menjual daging murah pada meugang bertujuan agar masyarakat yang kurang mampu bisa membeli daging sapi dan kerbau pada meugang puasa dengan harga terjangkau. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, setiap meugang puasa harga daging di Aceh tertinggi di Indonesia sehingga pemerintah perlu melakukan upaya pengendalian harga.
Bagaimana dengan bahan pokok yang lainnya ? Pemerintah memang tidak bisa mengambil langkah intervensi lebih jauh. Sehingga pemerintah hanya bisa mengimbau kepada pedagang untuk tidak menaikkan harga. Himbauan tersebut memang wajar karena kenyataan menunjukkan pasokan barang di Banda Aceh lancar dan tidak ada kendala transportasi. Ini sebenarnya yang menarik untuk ditelisik. Mengapa ini terus terjadi? Yang kasihan tentu masyarakat strata bawah yang kewalahan menghadapi harga yang tidak karuan.
Langkah jangka panjang
Walau dianggap sebagai sebuah kewajaran, lonjakan harga sejumlah bahan pokok di Aceh yang terjadi terkait pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan sejatinya perlu diantisipasi. Walau pemerintah mengaku sejak awal telah memperhatikan masalah ini dan menyiasatinya dengan menjaga stok barang tetap mencukupi. Tetapi mengapa setiap kali menjelang Ramadhan atau Lebaran harga barang kebutuhan pokok masyarakat selalu melonjak drastis? Apakah benar kenaikan harga tidak bisa dihindari, sehingga menjadi ritual tahunan? Kita semua tentu berharap kenaikan harga barang kebutuhan pokok menjelang Ramadhan atau Lebaran ini mestinya tidak kelewat tinggi. Mestinya kenaikan harga tidak sampai membuat sesak masyarakat yang daya belinya makin merosot.
Sejujurnya hingga saat ini sepertinya pemerintah tidak dapat berbuat banyak. Padahal pemerintah dituntut bijak dan mampu mengambil langkah-langkah pengendalian harga demi kepentingan rakyatnya. Namun sayangnya langkah-langkah yang dilakukan masih jangka pendek seperti mengimpor dan melakukan operasi pasar. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) hanya mampu memantau perkembangan harga sembako di pasaran. Operasi pasar baru dilakukan jika harga terus naik dan tidak sanggup dijangkau lagi oleh masyarakat. Operasi pasar diadakan justru setelah harga barang di pasaran naik sehingga terkadang tidak mempan menekan harga di pasaran.
Pemerintah dituntut bijak dengan menyadari dan memahami bahwa Ramadhan atau Lebaran selalu ditandai oleh lonjakan permintaan atas barang kebutuhan pokok masyarakat. Dengan bersikap bijak, pemerintah juga mestinya bisa siap sekaligus sigap bertindak melakukan langkah-langkah pencegahan. Untuk itu maka pemerintah perlu memikirkan rencana jangka panjang bukan solusi sesaat seperti mengimpor sapi.
Untuk mengendalikan harga daging sapi kedepannya pemerintah Aceh sudah harus memikirkan bagaimana mengembangkan peternakan sapi lokal di Aceh sehingga tidak perlu memasok atau mengimpor dari luar. Konsumsi daging sapi di Aceh umumnya dipasok sapi rakyat yang sudah berlangsung lama. Maka jika pemerintah ingin meningkatkan jumlah sapi potong di Aceh maka peternakan rakyat patut menjadi perhatian. Semoga dengan pasokan sapi lokal yang cukup harga daging bisa dikendalikan setiap perayaan meugang.
Akademisi dan Alumnus Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Hari meugang pertama puasa Ramadhan di Aceh, ditandai dengan bergeraknya harga jual daging sapi dan kerbau menjadi lebih tinggi dibandingkan hari biasa. Kenaikan harga bahan pokok lainnya juga makin tak terkendali. Gejolak harga barang terjadi hampir diseluruh daerah di Aceh. Mengapa trend kenaikan harga menjelang puasa selalu terjadi setiap tahunnya ?
Meugang atau uroe makmeugang, adalah tradisi menyembelih ternak dalam masyarakat Aceh untuk disantap bersama keluarga sejak dua hari menjelang puasa Ramadhan dan pada saat menjelang Lebaran Idul Fitri. Karena sudah menjadi tradisi, hampir seluruh rumah tangga di Aceh membeli daging ternak. Bahkan kaum duafa pun ikut serta dengan mencari bantuan dana dari para pejabat untuk membeli daging meugang.
Karena itu tidak heran para pedagang berspekulasi menaikkan harga daging, sapi, kerbau, kambing, ayam dan bebek hingga 50 % dari harga hari biasa. Hampir tak ada pedagang yang menjual daging dengan harga biasa (Rp 80.000 per kilogram). Pedagang umumnya menaikkan harga antara Rp 100.000 hingga Rp 120.000 per kg. Ini membuat daging sapi dan kerbau di Aceh menjadi termahal di seluruh Indonesia.
Tidak hanya harga daging yang melonjak, harga bahan pokok lainnya menyusul melejit seperti gula dan minyak goreng. Melonjaknya kedua bahan pokok tersebut dipengaruhi meningkatnya permintaan menjelang bulan Ramadhan. Kenaikan juga terjadi pada berbagai jenis rempah kebutuhan dapur seperti bawang putih, bawang merah dan cabe merah.
Seolah sudah menjadi fenomena tahunan setiap menjelang bulan puasa dan lebaran akan terjadi lonjakan harga berbagai kebutuhan pangan. Inilah yang memperkuat ekspektasi dari kalangan pedagang bahwa pada hari besar tersebut permintaan akan naik sehingga menjadi alasan bagi mereka untuk menaikkan harga barang. Sementara para konsumen pun memiliki ekspektasi bahwa pada waktu tersebut harga wajar untuk naik. Dua pertemuan ekspektasi tentang kenaikan harga antara konsumen dan pedagang itu membuat kenaikan harga-harga tersebut kelihatan wajar.
Bukan karena langka
Menariknya meningkatnya harga beberapa komoditas pangan menjelang Ramadan bukan karena kelangkaan barang. Namun lebih disebabkan faktor psikologi penjual dan agen barang. Persediaan barang sebenarnya tetap cukup untuk memenuhi permintaan konsumen yang melonjak. Mereka memanfaatkan momen dengan menaikkan harga menjelang perayaan hari-hari besar demi mengeruk keuntungan. Ditambah lagi dengan perilaku konsumen yang tetap berbelanja walau harga meningkat. Kedua sisi inilah yang membuat trend kenaikan harga menjelang puasa terus terjadi setiap tahun.
Maka hukum pasar pun berlaku, jika permintaan meningkat maka harga pun naik. Padahal kemampuan membeli masyarakat rendah karena naiknya harga tidak diimbangi dengan meningkatnya jumlah pendapatan. Masyarakat seakan tidak memiliki pilihan. Meskipun harga berbagai kebutuhan pokok naik, mereka tetap membelinya untuk memenuhi kebutuhan menyambut Ramadhan.
Dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi di Aceh, tentunya masyarakat kurang mampu berharap pemerintah bisa turun tangan. Pemerintah seharusnya mengontrol harga kebutuhan agar tidak mengalami kenaikan harga yang signifikan dibandingkan hari-hari biasa sebab sangat memberatkan masyarakat.
Lantas apa yang dilakukan pemerintah ? Pemerintah Aceh memang sudah melakukan usaha untuk menekan harga di pasaran. Salah satunya yaitu program menyediakan daging sapi dengan harga murah pada meugang puasa tahun 2009. Namun sayangnya usaha mendatangkan 3000 ekor sapi yang diimpor dari Australia tersebut gagal terealisasi tepat waktu.
Program menjual daging murah pada meugang bertujuan agar masyarakat yang kurang mampu bisa membeli daging sapi dan kerbau pada meugang puasa dengan harga terjangkau. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, setiap meugang puasa harga daging di Aceh tertinggi di Indonesia sehingga pemerintah perlu melakukan upaya pengendalian harga.
Bagaimana dengan bahan pokok yang lainnya ? Pemerintah memang tidak bisa mengambil langkah intervensi lebih jauh. Sehingga pemerintah hanya bisa mengimbau kepada pedagang untuk tidak menaikkan harga. Himbauan tersebut memang wajar karena kenyataan menunjukkan pasokan barang di Banda Aceh lancar dan tidak ada kendala transportasi. Ini sebenarnya yang menarik untuk ditelisik. Mengapa ini terus terjadi? Yang kasihan tentu masyarakat strata bawah yang kewalahan menghadapi harga yang tidak karuan.
Langkah jangka panjang
Walau dianggap sebagai sebuah kewajaran, lonjakan harga sejumlah bahan pokok di Aceh yang terjadi terkait pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan sejatinya perlu diantisipasi. Walau pemerintah mengaku sejak awal telah memperhatikan masalah ini dan menyiasatinya dengan menjaga stok barang tetap mencukupi. Tetapi mengapa setiap kali menjelang Ramadhan atau Lebaran harga barang kebutuhan pokok masyarakat selalu melonjak drastis? Apakah benar kenaikan harga tidak bisa dihindari, sehingga menjadi ritual tahunan? Kita semua tentu berharap kenaikan harga barang kebutuhan pokok menjelang Ramadhan atau Lebaran ini mestinya tidak kelewat tinggi. Mestinya kenaikan harga tidak sampai membuat sesak masyarakat yang daya belinya makin merosot.
Sejujurnya hingga saat ini sepertinya pemerintah tidak dapat berbuat banyak. Padahal pemerintah dituntut bijak dan mampu mengambil langkah-langkah pengendalian harga demi kepentingan rakyatnya. Namun sayangnya langkah-langkah yang dilakukan masih jangka pendek seperti mengimpor dan melakukan operasi pasar. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) hanya mampu memantau perkembangan harga sembako di pasaran. Operasi pasar baru dilakukan jika harga terus naik dan tidak sanggup dijangkau lagi oleh masyarakat. Operasi pasar diadakan justru setelah harga barang di pasaran naik sehingga terkadang tidak mempan menekan harga di pasaran.
Pemerintah dituntut bijak dengan menyadari dan memahami bahwa Ramadhan atau Lebaran selalu ditandai oleh lonjakan permintaan atas barang kebutuhan pokok masyarakat. Dengan bersikap bijak, pemerintah juga mestinya bisa siap sekaligus sigap bertindak melakukan langkah-langkah pencegahan. Untuk itu maka pemerintah perlu memikirkan rencana jangka panjang bukan solusi sesaat seperti mengimpor sapi.
Untuk mengendalikan harga daging sapi kedepannya pemerintah Aceh sudah harus memikirkan bagaimana mengembangkan peternakan sapi lokal di Aceh sehingga tidak perlu memasok atau mengimpor dari luar. Konsumsi daging sapi di Aceh umumnya dipasok sapi rakyat yang sudah berlangsung lama. Maka jika pemerintah ingin meningkatkan jumlah sapi potong di Aceh maka peternakan rakyat patut menjadi perhatian. Semoga dengan pasokan sapi lokal yang cukup harga daging bisa dikendalikan setiap perayaan meugang.
Langganan:
Postingan (Atom)